·
SLA
Service-level agreement (SLA) adalah komitmen
resmi yang berlaku antara penyedia layanan dan klien. Aspek khusus dari
kualitas layanan, ketersediaan, tanggung jawab - disepakati antara penyedia
layanan dan pengguna layanan. Komponen SLA yang paling umum adalah layanan
harus diberikan kepada pelanggan sebagaimana disepakati dalam kontrak. Sebagai
contoh, penyedia layanan Internet dan telkom biasanya menyertakan perjanjian
tingkat layanan sesuai persyaratan kontrak mereka dengan pelanggan untuk
menentukan tingkat layanan yang dijual dalam bahasa sederhana.
Service-level agreement (SLA) terdiri dari beberapa level
yaitu :
·
SLA
berbasis pelanggan: Kesepakatan dengan kelompok pelanggan individual, yang
mencakup semua layanan yang mereka gunakan. Misalnya, SLA antara pemasok (IT
service provider) dan departemen keuangan dari sebuah organisasi besar untuk
layanan seperti sistem keuangan, sistem penggajian, sistem penagihan, sistem
pengadaan / pembelian, dll.
·
SLA
berbasis layanan: Kesepakatan untuk semua pelanggan yang menggunakan layanan
yang dikirimkan oleh penyedia layanan. Sebagai contoh:
1. Penyedia layanan bergerak menawarkan
layanan rutin kepada semua pelanggan dan menawarkan perawatan tertentu sebagai
bagian dari penawaran dengan pengisian universal.
2. Sistem email untuk keseluruhan
organisasi. Ada kemungkinan kesulitan yang timbul pada jenis SLA ini karena
tingkat layanan yang ditawarkan dapat bervariasi untuk pelanggan yang berbeda
(misalnya, staf kantor pusat mungkin menggunakan koneksi LAN berkecepatan
tinggi sementara kantor lokal mungkin harus menggunakan jalur leased line yang
lebih rendah) .
·
SLA
multilevel: SLA dibagi ke dalam tingkat yang berbeda, masing-masing menangani
beragam pelanggan untuk layanan yang sama, dalam SLA yang sama.
1.
SLA
tingkat perusahaan: Meliputi semua manajemen tingkat layanan generik (sering
disingkat SLM) yang sesuai untuk setiap pelanggan di seluruh organisasi.
Isu-isu ini cenderung kurang stabil dan pembaruan (review SLA) kurang sering
dibutuhkan.
2.
SLA
tingkat pelanggan: mencakup semua masalah SLM yang relevan dengan kelompok
pelanggan tertentu, terlepas dari layanan yang digunakan.
3. SLA tingkat layanan: mencakup semua
masalah SLM yang relevan dengan layanan spesifik, sehubungan dengan kelompok
pelanggan khusus ini.
Service-level agreement dapat berisi banyak
metrik kinerja layanan dengan sasaran tingkat layanan yang sesuai. Kasus umum
dalam manajemen layanan TI adalah call center atau service desk. Metrik yang
biasanya disepakati dalam kasus ini meliputi:
·
Abandonment
Rate: Persentase panggilan yang ditinggalkan sambil menunggu untuk dijawab.
·
ASA
(Average Speed to Answer): Waktu rata-rata (biasanya dalam hitungan detik)
dibutuhkan panggilan yang harus dijawab oleh meja layanan.
·
TSF
(Time Service Factor): Persentase panggilan yang dijawab dalam jangka waktu
yang pasti, misalnya 80% dalam 20 detik.
·
FCR
(First-Call Resolution): Persentase panggilan masuk yang dapat dipecahkan tanpa
penggunaan panggilan balik atau tanpa pemanggil memanggil kembali helpdesk
untuk menyelesaikan penyelesaian kasus ini.
·
TAT
(Turn-Around Time): Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
·
MTTR
(Mean Time To Recover): Waktu yang dibutuhkan untuk pulih setelah outage of
service.
Uptime juga merupakan metrik umum, sering digunakan
untuk layanan data seperti shared hosting, virtual private servers dan
dedicated server. Kesepakatan umum mencakup persentase uptime jaringan, power
uptime, jumlah jendela pemeliharaan terjadwal, dll.
Banyak jalur SLAs untuk spesifikasi Infrastruktur
Infrastruktur Teknologi Informasi saat diterapkan pada layanan TI.
·
OLA
operational-level agreement (OLA)
mendefinisikan hubungan saling tergantung dalam mendukung Service-level agreement (SLA). Kesepakatan tersebut menggambarkan tanggung jawab
masing-masing kelompok pendukung internal terhadap kelompok pendukung lainnya,
termasuk proses dan kerangka waktu untuk penyampaian layanan mereka. Tujuan OLA
adalah untuk menyajikan deskripsi dukungan internal dari penyedia layanan yang
jelas, ringkas dan terukur.
OLA kadang diperluas ke frase lain
tapi semuanya memiliki arti yang sama:
·
organisational-level
agreement
·
operating-level
agreement
·
operations-level
agreement
·
PERBEDAAN SLA DAN OLA
1. Service Level Agreement berfokus pada
bagian layanan dari perjanjian, seperti uptime layanan dan kinerja. Di sisi
lain, Perjanjian Tingkat Operasional adalah kesepakatan sehubungan dengan
pemeliharaan dan layanan lainnya.
2. Service Level Agreement pada dasarnya
adalah kontrak antara penyedia layanan dan pelanggan. OLA adalah kesepakatan
antara kelompok pendukung internal sebuah institusi yang mendukung SLA.
3. Saat membandingkan kelompok sasaran,
OLA memiliki kelompok sasaran lebih kecil daripada SLA.
4. Berbeda dengan OLA, SLA menghubungkan
penyedia layanan ke pelanggan.
5. Perjanjian Tingkat Operasional lebih
bersifat teknis daripada Service Level Agreement.
·
CONTOH KASUS PADA SLA
sebuah perusahaan layanan internet
Indihome memberikan SLA 98%, artinya Provider menjamin 98% internet berjalan
dengan baik, dan 2% gangguan yang terjadi dianggap wajar apabila terjadi
internet terputus, layanan ini terhitung dalam kurun waktu satu bulan.
Dalam 1 hari = 24 jam dan 1 bulan =
30 hari, kewajiban yang harus dibayar pelanggan misalnya Rp 2.000.000
1 bulan = 30 hari x 24 jam 720 jam
(Jumlah 720 jam adalah jumlah layanan 100%)
Jika SLA 98% maka 98% x 720 jam =
705,6 jam (Jumlah 705,6 jam adalah waktu yang dijamin oleh Provider internet
berjalan dengan baik, sedangkan sisanya 14,4 jam apabila terjadi gangguan atau
internet terputus masih dianggap wajar).
Apabila dalam kurun waktu satu bulan
terjadi internet down selama 10 jam, maka SLA yang dijanjikan berarti
terpenuhi, tetapi apabila internet terputus selama 50 jam dalam satu bulan,
berarti sudah melebih dari 14,4 jam yang dianggap wajar.
Biasanya apabila SLA yang telah
disepakati tidak terpenuhi, maka pelanggan mendapat pengurangan biaya yang
dibebankan, cara menghitungnya sebagai berikut:
Misalkan Internet terputus selama 50
jam / 720 jam = 0,14 x 100 = 14%
Biaya bulanan internet = Rp 2.000.000
/ 98 = Rp. 20.408
Rp.20.408 x 14 = Rp. 428.571 (Jumlah yang harus dikembalikan
kepada pelanggan)
Jadi Rp. 2.000.000 – Rp. 428.571 = Rp. 1.571.429 (Jumlah yang dibayar oleh
pelanggan)
Dengan adanya solusi kasus yang di
atas, maka pelanggan dapat memahami hak layanan yang harus diterima, dan
sebagai kewajiban yang harus dipenuhi tingkat layanan yang telah disepakati.
Terkadang jumlah pengembalian yang
diberikan tidak sebanding dengan kerugian pelanggan dari matinya internet, oleh
karena itu pihak provider diharapkan dapat memenuhi setidaknya dari jumlah SLA
yang dijanjikan.
·
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar