Rabu, 05 Desember 2018

Tugas Softskill Audit Teknologi Sistem Informasi 3

AUDIT TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI

Perbandingan Framework CMMI, ITIL, dan ITAF

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Alfan Fikri Kurnia                  [10115494]
Komang Tri Dharma              [13115744]
Pandu Pradana Putra             [15115303]

JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018

PEMBAHASAN
CMMI

Capability Maturity Model Integration (CMMI) adalah model peningkatan proses yang bertujuan membantu organisasi dalam meningkatkan kinerja. CMMI dapat menjadi acuan peningkatan proses bagi penyediaan produk dan layanan di tingkat proyek. CMMI terdiri atas kumpulan best practices yang menggambarkan karakteristik dari sebuah peningkatan proses yang efektif .CMMI pada awalnya dikenal sebagai Capability Maturity Model (CMM) yang dikembangkan oleh Software Enginnering Institute di Pittsburgh pada tahun 1987. Namun perkembangan selanjutnya CMM menjadi CMMI. CMMI mendukung proses penilaian secara bertingkat. Penilaiannya tersebut berdasarkan kuisioner dan dikembangkan secara khusus untuk perangkat lunak yang juga mendukung peningkatan proses. CMMI adalah suatu pendekatan perbaikan proses yang memberikan unsur-unsur penting proses efektif bagi organisasi. Praktik-praktik terbaik CMMI dipublikasikan dalam dokumen-dokumen yang disebut model, yang masing-masing ditujukan untuk berbagai bidang yang berbeda
Dengan adanya CMMI kita dapat mengukur seperti halnya berikut ini :

  • ·         Bagaimana kita mengetahui jika kita sudah berkembang ?
  • ·         Bagaimana kita mengetahui jika proses yang telah digunakan berjalan dengan baik ?
  • ·         Bagaimana kita mengetahui jika merubah kebutuhan proses yang dilakukan akan berguna?
  • ·         Bagaimana kita mengetahui jika produk yang dibuat dapat lebih baik dari yang lain?

Kegunaan CMMI bagi perusahaan, antara lain :

1.Untuk mengukur tingkat kematangan dari suatu perusahaan atau organisasi pengembang perangkat lunak.
2.Sebagai alat bantu sebagai alat uji-kinerja atau benchmarking dengan perusahaan atau organisasi lain.
3.Pemberi arah untuk top management untuk meningkatkan kinerja pada sebuah perusahaan/organisasi pengembang software.
4.Meminimalisir adanya resiko dalam pembangunan sebuah software.
5.Implementasi CMMI yang tepat d meningkatkan kinerja organisasi dari sisi biaya, waktu, mutu, kepuasan pelanggan dan return on investment (ROI).



2.2 Maturity Level CMMI
Beberapa tahapan level yang ada pada CMMI adalah sebagai berikut :
1.      Maturity Level 1 – Initial
Secara umum, organisasi yang berada pada level 1 adalah organisasi yang belum menjalankan CMMI. Tidak terdapatnya proses yang standar dalam pengembangan IT, banyak perubahan yang bersifat ad-hoc (begitu terdapat defect, langsung di coba diperbaiki tanpa melihat penyebab utama secara menyeleruh) dan sangat sedikit kontrol. Organisasi semacam ini umumnya sangat tergantung terhadap orang, tidak tergantung kepada sistem.  Organisasi tidak menyediakan lingkungan yang stabil untuk mendukung proses. Sukses ditentukan oleh kompetensi orang-orang dalam organisasi. Walaupun  mampu menghasilkan produk atau layanan yang baik, namun proyek melebihi anggaran ataupun tenggat waktu yang dijanjikan. Sering kali pada level ini menemukan beberapa krisis seperti, kelebihan budget yang telah disusun dan juga tidak konsisten pada proyek yang lainnya.  Dan pada level ini memiliki beberapa ciri khas seperti berikut ini:

  • ·         Tidak adanya manajemen proyek.
  • ·         Tidak adanya quality assurance.
  • ·         Tidak ada dokumentasi.
  • ·         Sangat bergantung pada kemampuan individual.
2.      Maturity Level 2 – Managed
Pada level ini sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan dengan proses-proses yang terjadi saling menyesuaikan diri agar dapat diambil kebijakan. Setiap orang yang berada pada proses ini dapat mengakses sumber daya yang cukup untuk mengerjakan tugas masing-masing. Setiap orang terlibat aktif pada proses yang membutuhkan. Dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan proses yang terjadi saling menyesuaikan diri agar dapat diambil kebijakannya. Dan fokus pada tahap ini adalah pada project management dan sudah bukan pada pengembangan pada sistem lagi. Dalam proses pengembangan sistem akan selalu diikuti dan akan berubah dari project ke project yang lainnya. Dan hasil dari pekerjaannya merupakan memonitor,meninjau serta memberikan evaluasi untuk menjaga konsistensi pada informasi yang telah diberikan. Dan repeatable ini memiliki ciri sebagai berikut:

  • 1.Kualitas software mulai bergantung pada proses bukan pada sumber dayanya.
  • 2.Ada manajemen proyek sederhana.
  • 3.Ada quality assurance sederhana.
  • 4.Ada dokumentasi sederhana.
  • 5.Ada software configuration manajemen sederhana.
  • 6.Tidak ada komitmen untuk selalu mengikuti SDLC dalam kondisi apapun.
  • 7.Rentan terhadap perubahan struktur organisasi.
3.      Maturity Level 3 – Defined
Pada level ini sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2 dan Level 3. Proses dilihat dengan terjadinya penyesuaian dari kumpulan proses standar sebuah organisasi menurut pedoman-pedoman pada organisasi tersebut, menyokong hasil kerja, mengukur, dan proses menambah informasi lain menjadi milik organisasi.
Dari hasil penggunaan proses standard tadi maka akan menghasilkan hasil yang konsisten dan terdokumentasi dengan kualitas yang baik dan layak untuk dikirim. Proses ini sudah bersifat stabil dan terprediksi dan dapat diulang. Dan pada proses ini memiliki ciri sebagai berikut:

  • ·         SDLC (System Development Life Cycle) sudah dibuat dan dibakukan.
  • ·         Ada komitmen untuk mengikuti SDLC dalam keadaan apapun.
  • ·         Kualitas proses dan produk masih sebatas hanya kira-kira saja.
  • ·         Tidak menerapkan Activity Based Costing.

4.      Maturity Level 4 – Quantitatively Managed
Pada level ini sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada pada Level 2, 3, dan 4. Proses yang terjadi dapat terkontrol dan ditambah menggunakan ukuran-ukuran dan taksiran kuantitatif. Sasaran kuantitatif untuk kualitas dan kinerja proses ditetapkan dam digunakan sebagai kriteria dalam manajemen proses. Perhitungan yang rinci dari standard proses pengembangan sistem dan kualitas produk secara rutin akan dikumpulkan dan di simpan dalam database. Terdapat suatu usaha untuk mengembangkan  individual project management yang didasari dari data data yang telah dikumpulkan. Pada level ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut :


1.Sudah adanya Activity Based Costing dan digunakan untuk mengestimasikan untuk proyek berikutnya.
2.Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan proyek bersifat kuantitatif.
3.Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data karena proses pengumpulan data masih dilaukan secara manual.

5.      Maturity Level 5 – Optimized
Pada level ini suatu organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada di Level 2, 3, 4, dan 5. Proses ini merupakan level terakhir pada CMMI Maturity level dan pada proses ini pengembangan sistem yang telah distandardisasikan akan terus di monitor dan dikembangkan terus yang didasari perhitungan dan analisis data yang telah dibentuk pada level sebelumnya. Dan pada level ini perusahaan atau suatu organisasi telah mencapai seluruh tujuan yang ada pada level sebelumnya dan akan berfokus pada peningkatan proses dan juga merubah teknologi yang terbaik untuk digunakan dalam menunjukan aktivitas yang diperlukan dalam pembangungan maupun pengembangan sebuah sistem dan beberapa ciri dari level terakhir ini adalah sebagai berikut:
·         Pengumpulan data sudah dilakukan secara secara otomatis.
·         Adanya mekanisme feedback yang sangat baik.
·         Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan peningkatan kualitas proses.

ITIL

Overview mengenai ITIL Framework ITIL atau Information Technology Infrastructure Library,merupakan sebuah framework yang dibuat dan dikembangkan oleh Office of Government Commerce (OGC) di Inggris. ITIL merupakan kumpulan dari best practice tata kelola layanan teknologi informasi diberbagai bidang dan industri, dari mulai manufaktur sampai finansial, industri besar dan kecil, swasta dan pemerintah. Dalam perkembangannya ITIL telah mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya teknologi informasi. Pada awal perkembangannya, dokumentasi ITIL terdiri dari kurang lebih 40 publikasi yang terbagi kedalam modul-modul terpisah, setelah itu untuk simplifikasi serta kemudahan implementasi ITIL dibagi kedalam 7 domain yang masing-masing saling berhubungan dan dapat berdiri sendiri. Dalam perkembangan fase ini atau sekarang disebut juga dengan ITIL versi 2, domain Service Support dan Service Delivery dijadikan sebagai CORE dalam tata kelola layanan teknologi informasi atau IT Service Management.
Versi terakhir dari ITIL adalah versi 3. Perubahan mendasar pada versi ini terletak dari sudut pandang pengelolaan IT, dimana pada versi 2 ITIL mengelola layanan sebagai sekumpulan proses dan fungsi sementara dalam ITIL versi 3 layanan sebagai sebuah lifecycle / daur hidup.
ITIL mendukung pernyataan bahwa layanan IT harus selaras dengan kebutuhan bisnis dan mendukung inti dari proses bisnis yang dijalnkan. ITIL pada dasarnya memberikan panduan kepada organisasi tentang bagaimana menggunakan IT sebagai alat untuk memfasilitasi perubahan bisnis, transformasi dan pertumbuhan Praktik terbaik ITIL saat ini adalah dalam mericnci lima hal inti yang menyediakan pendekatan yang sistematis dan profesional untuk pengelolaan layanan IT, memungkinkan perusahaan untuk memberikan layanan yang tepat dan secara terus-menerus memastikan bahwa perusahaan memenuhi tujuan bisnis dan memberikan manfaat ke pelanggannya.
Lima panduan inti memetakan seluruh ITIL Service Lifecycle , dimulai dengan identifikasi kebutuhan dan driver persyaratan TI pelanggan, melalui desain dan implementasi layanan ke dalam operasi dan akhirnya , pada pemantauan dan fase perbaikan layanan.
Mengadopsi ITIL dapat dalam sebuah perusahaan dapat memberikan manfaat, antara lain:

  1. ·       Peningkatan layanan IT
  2. ·       Mengurangi biaya
  3. ·       Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pendekatan yang lebih profesional untuk pelayanan
  4. ·       Peningkatan produktivitas
  5. ·       Peningkatan skills dan memperkaya pengalaman
Dikutip dari http://www.saigonctt.com.vn/uploads/Trainings/itsm-v3.gif Gambar 3.1 Siklus ITIL Framework Seperti yang telah dijabarkan di atas, ada lima bagian inti yang dijabarkan dalam siklus hidup ITIL Framework, yaitu:

    • 1.      Service Strategy
    • 2.      Service Design
    • 3.      Service Transition
    • 4.      Service Operation
    • 5.      Continual Service Improvement
Service Strategy
Inti dari ITIL Service Lifecycle adalah Service Strategy.
Service Strategy memberikan panduan kepada pengimplementasi ITSM pada bagaimana memandang konsep ITSM bukan hanya sebagai sebuah kemampuan organisasi (dalam memberikan, mengelola serta mengoperasikan layanan TI), tapi juga sebagai sebuah aset strategis perusahaan. Panduan ini disajikan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar dari konsep ITSM, acuan-acuan serta proses-proses inti yang beroperasi di keseluruhan tahapan ITIL Service Lifecycle.
Topik-topik yang dibahas dalam tahapan lifecycle ini mencakup pembentukan pasar untuk menjual layanan, tipe-tipe dan karakteristik penyedia layanan internal maupun eksternal, aset-aset layanan, konsep portofolio layanan serta strategi implementasi keseluruhan ITIL Service Lifecycle. Proses-proses yang dicakup dalam Service Strategy, di samping topik-topik di atas adalah:

    • 1.      Service Portfolio Management
    • 2.      Financial Management
    • 3.      Demand Management
Bagi organisasi TI yang baru akan mengimplementasikan ITIL, Service Strategy digunakan sebagai panduan untuk menentukan tujuan/sasaran serta ekspektasi nilai kinerja dalam mengelola layanan TI serta untuk mengidentifikasi, memilih serta memprioritaskan berbagai rencana perbaikan operasional maupun organisasional di dalam organisasi TI.
Bagi organisasi TI yang saat ini telah mengimplementasikan ITIL, Service Strategy digunakan sebagai panduan untuk melakukan review strategis bagi semua proses dan perangkat (roles, responsibilities, teknologi pendukung, dll) ITSM di organisasinya, serta untuk meningkatkan kapabilitas dari semua proses serta perangkat ITSM tersebut.
Service Design Agar layanan TI dapat memberikan manfaat kepada pihak bisnis, layanan-layanan TI tersebut harus terlebih dahulu di desain dengan acuan tujuan bisnis dari pelanggan. Service Design memberikan panduan kepada organisasi TI untuk dapat secara sistematis dan best practice mendesain dan membangun layanan TI maupun implementasi ITSM itu sendiri. Service Design berisi prinsip-prinsip dan metode-metode desain untuk mengkonversi tujuan-tujuan strategis organisasi TI dan bisnis menjadi portofolio/koleksi layanan TI serta aset-aset layanan, seperti server, storage dan sebagainya. Ruang lingkup Service Design tidak hanya untuk mendesain layanan TI baru, namun juga proses-proses perubahan maupun peningkatan kualitas layanan, kontinyuitas layanan maupun kinerja dari layanan.
Proses-proses yang dicakup dalam Service Design yaitu:

    • 1.      Service Catalog Management
    • 2.      Service Level Management
    • 3.      Supplier Management
    • 4.      Capacity Management
    • 5.      Availability Management
    • 6.      IT Service Continuity Management
    • 7.      Information Security Management
Service Transition
Service Transition menyediakan panduan kepada organisasi TI untuk dapat mengembangkan serta kemampuan untuk mengubah hasil desain layanan TI baik yang baru maupun layanan TI yang diubah spesifikasinya ke dalam lingkungan operasional. Tahapan lifecycle ini memberikan gambaran bagaimana sebuah kebutuhan yang didefinisikan dalam Service Strategy kemudian dibentuk dalam Service Design untuk selanjutnya secara efektif direalisasikan dalam Service Operation.

Service Operation
Service Operation merupakan tahapan lifecycle yang mencakup semua kegiatan operasional harian pengelolaan layanan-layanan TI. Di dalamnya terdapat berbagai panduan pada bagaimana mengelola layanan TI secara efisien dan efektif serta menjamin tingkat kinerja yang telah diperjanjikan dengan pelanggan sebelumnya. Panduan-panduan ini mencakup bagaiman menjaga kestabilan operasional layanan TI serta pengelolaan perubahan desain, skala, ruang lingkup serta target kinerja layanan TI.

Continual Service Improvement
Continual Service Improvement (CSI) memberikan panduan penting dalam menyusun serta memelihara kualitas layanan dari proses desain, transisi dan pengoperasiannya. CSI mengkombinasikan berbagai prinsip dan metode dari manajemen kualitas, salah satunya adalah Plan-Do-Check-Act (PDCA) atau yang dikenal sebagi Deming Quality Cycle.
ITAF


ITAF didesain dan diciptakan oleh ISACA, ITAF sendiri adalah  Sebuah Framework  Praktek Profesional   Audit / jaminan SI  yang telah pada 3rd Edition. Bertujuan  sebagai sumber daya pendidikan untuk para profesional yang bekerja pada bidang audit/ jaminan SI . 

Pengenalan ITAF
ITAF adalah model referensi yang komprehensif dan baik penerapannya karena sbb: Menetapkan standar  audit dan jaminan peran dan tanggung jawab profesional SI ; pengetahuan dan keterampilan; dan ketekunan, perilaku. Mendefinisikan istilah dan konsep spesifik untuk jaminan SI Memberikan bimbingan dan alat-alat dan teknik pada perencanaan, desain, pelaksanaan dan pelaporan SI audit dan jaminan tugas

ITAF difokuskan pada materi ISACA dan menyediakan satu sumber di mana  audit dan jaminan SI profesional dapat mencari bimbingan, penelitian kebijakan dan prosedur, mendapatkan program audit dan jaminan, dan mengembangkan laporan yang efektif.

ITAF 2nd Edition dimasukkan dalam pedoman audit dan jaminan ISACA pada 1 November 2013, sedangkan 3rd Edition sendiri dimasukan pada 1 September 2014 yang akan dipakai sebagai pedoman baru dan akan di index didalam framework




ITAF merupakan produk dari Information System Audit and Control Association (ISACA) yang menyediakan sebuah kerangka tunggal yang berisi standar, pedoman (Guidelines) dan teknik dalam melaksanakan audit dan assurance termasuk di dalamnya perencanaan, lingkup audit, pelaksanaan dan pelaporan audit dan jasa assurance TI. ITAF terbagi menjadi tiga bagian seperti terlihat dalam gambar diatas yaitu:
Standar dikelompokkan menjadi standar umum, standar kinerja dan standar pelaporan. Standar digambarkan di gambar 1 dengan warna putih, artinya standar tersebut harus dilaksanakan (mandatory), bila ada penyimpangan atas standar harus diungkapkan penyebab dan konsekuensinya terhadap pelaksanaan audit. 
Pedoman dikelompokkan menjadi empat bagian dan digambarkan dengan warna abu-abu. Ini berarti pedoman tersebut tidak bersifat mandatory atau tidak bersifat keharusan, namun sangat direkomendasikan penggunaannya. Auditor harus mampu membuktikan adanya penyimpangan TI dengan metode pengumpulan bukti menurut pedoman ini.
Alat dan Teknik Audit, menyediakan infromasi spesifik mengenai metode, alat dan template dan juga menyediakan petunjuk penerapan dalam aktivitas audit. Khusus untuk alat dan teknik audit SI ini, bentuk dari kerangka ITAF berasal dari dokumen lain publikasi ISACA baik berupa buku, jurnal, petunjuk teknis dan sebagainya.

Perbandingan Framework
CMMI
ITIL
ITAF
Bertujuan dalam mengingkatkan kerja.
Bertujuan untuk memberikan layanan Teknologi Informasi.
Bertujuan untuk sebagai sumber daya Pendidikan bagi pekerja Dibidang audit.

Dari ke-3 framework Capability Maturity Model Integration (CMMI), Information Technology Infrastructure Library(ITIL)  dan ITAF dapat disimpulkan bahwa terutama pada framework CMMI mempunyai tujuan yaitu membantu meningkatkan proses kinerja organisasi, ITIL mempunyai tujuan yaitu memberikan layanan Teknologi informasi dan ITAF mempunyai tujuan yaitu memberikan sumber daya pendidikan bagi pekerja dibidang Audit, sehingga dapat disimpulkan dari framework tersebut mempunyai unsur pentingnya sendiri, jika dibandingkan dari ke-3 framework ini alalah pertama dari segi ekonomi, CMMI karena menggunakan adanya sebuah kuisioner jadi proses memakan banyaknya biaya, pada ITIL juga akan terkena biaya yang cukup besar, karena framework ini berhubungan dangan sebuah teknologi, dan ITAF tidak memerlukan biaya yang cukup besar karena framework ini hanya memberikan pelayana pendidikannya. Kemudian dari segi progressnya yaitu pada Framework ini sama sama mempunyai sebuah metode untuk melaksanakan tugasnya sehingga dapat terselesaikan.

Contoh Kasus
PT. Tridas Widiantara adalah sebuah perusahaaan yang bergerak di bidang IT. Namun, sebagai perusahaan yang berkembang perusahaan ini masih memiliki masalah yaitu manajemen perusahaan hampir tidak pernah melakukan pencatatan laporan aktivitas perusahaan seperti progress repor. proyek dan final report proyek. Pelayanan yang dilakukan terhadap para client pun masih belum optimal, bahkan dapat dikatakan masih minim. Dalam menjalin hubungan dengan client kadang-kadang terjadi salah komunikasi dan pengertian sehingga menyebabkan incident tidak dapat ditangani dengan tepat dan segera sesuai dengan harapan client. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Infitharina (2007) dalam karangan skripsi-nya yang berjudul “Penerapan Information Technology Infrastructure Library Framework Pada Sistem Manajemen Service Desk (Studi Kasus: PT Tridas Widiantara)”, Infitharina menyimpulkan bahwa perlu diterapkan sistem manajemen service desk yang dapat membantu perusahaan Tridas Widiantara untuk meningkatkan kualitas pelayanan IT terhadap client, dengan beberapa catatan, antara lain:
1.Sistem ini dikembangkan dengan menggunakan metode SDLC
2.Pengembangan sistem ini dilakukan dalam enam tahap yang berurutan, dari mulai analisis sistem sampai pada operasionalisasi dan pemeliharaan sistem.
3.Analisis Sistem Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap sistem yang akan dikembangkan berdasar pada hasil rumusan masalah yang terjadi di perusahaan. Dalam manajemen pelayanan IT perusahaan, masalah-masalah yang paling sering muncul adalah sulitnya pencatatan keluhan-keluhan atau pertanyaan-pertanyaan dari client yang masuk penyampaian penyelesaian masalah yang diberikan kepada client selama ini kurang efektif dan efisien komunikasi dalam pelayanan terhadap client kurang lancar
4.Client menghendaki pelayanan yang optimal.

Analisis
Pada hal utama yang harus diketahui ITIL adalah sebuah framework yang digunakan untuk sebagai suatu pelayanan teknologi informasi khususnya dibidang indrusti, swasta dan pemerintahan. Dalam penggunaan sistem pada kasus diatas dibagi menjadi empat, yaitu operator, tim support, client, dan administrator. 
Tim support bertugas dalam menyelesaikan persoalan tingkat lanjut yang diajukan oleh client dan tidak dapat ditangani secara langsung oleh operator. Selanjutnya adalah client merupakan pihak perusahaan yang menjadi client PT. Tridas Widiantara. Sedangkan administrator pada kasus ini bertugas mengelola segala hal teknis yang berkaitan dengan sistem, seperti data pengguna, data produk, dan data perusahaan client, dan yang terakhir adalah operator, dibutuhkan untuk memberikan solusi kepada client.
Pada kasus diatas diperlukan sebuah sistem yang bernama manajemen service desk, sistem tersebut nantinya akan membantu meningkatkan kualitas pelayanan IT dan mempermudah perusahaan Tridas Widiantara dalam menangani dan mengolah data laporan incident dari client, caranya adalah dengan mengembangkan sistem manajemen service desk yang berbasis web online sehingga client bisa berhadapan langsung dengan tenaga ahli PT. Tridas Widiantara dalam menangani kesulitan-kesulitan yang ada. 


Rabu, 07 November 2018

Tugas Softskill Audit Teknologi Sistem Informasi 2

MAKALAH

AUDIT TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI


Cobit Domain ; Monitor and Evaluate (ME)
Disusun Oleh:
Kelompok 1

Alfan Fikri Kurnia                  [10115494]
Komang Tri Dharma              [13115744]
Pandu Pradana Putra             [15115303]

JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018

PENDAHULUAN
Pendahuluan
Beberapa hasil lokakarya dan diskusi mengisyaratkan betapa pentingnya perubahan sistem sebagai pendukung pembelajaran dan komunikasi ilmiah menuju sebuah organisasi riset bertaraf internasional. Perubahan tersebut di satu sisi membawa dampak positif sebagai peluang bagi sebuah universitas untuk  berkompetetif. Namun di sisi lain, satu hal yang perlu disadari adalah usaha menerapkan teknologi informasi semaksimal mungkin berarti harus mengubah pola pikir staf dan para perusahaan yang biasanya punya rasa kekhawatiran yang cukup signifikan terhadap dampak perubahan tersebut. Mengubah pola pikir merupakan hal yang teramat sulit dilakukan, karena pada dasarnya “people do not like to change”. Kalau saat ini seorang kepala perusahaan dan/atau para pengambil keputusan sudah memiliki komitmen khusus untuk merencanakan pengembangan sistem informasi perusahaan terintegrasi, bagaimana dengan para staf dan pegawainya? Karena penerapan teknologi informasi (TI) ini memerlukan biaya yang cukup besar dan disertai risiko kegagalan yang tidak kecil, maka TI harus dikelola selayaknya aset perusahaan lainnya. Penerapan TI di perusahaan akan dapat dilakukan dengan baik apabila ditunjang dengan suatu tata kelola TI (IT Governance) dari mulai perencanaan sampai implementasinya, dan pengelolaan TI yang akan diterapkan harus mengacu pada standar yang sudah mendapatkan pengakuan secara luas.
Identifikasi Masalah
Tata Kelola TI yang diharapkan mendapat dukungan dari stakeholder, memberikan pengembangan dan implementasi sistem on budget, on schedule dengan kualitas yang tinggi, meningkatkan efisiensi, produktivitas dan efektivitas, serta menjamin kerahasiaan, kelengkapan, dan ketersediaan informasi. Namun tata kelola TI dapat memiliki beberapa masalah yaitu dimana TI hanya menjadi concern dari tim teknikal karena tidak memperoleh perhatian dari pimpinan puncak, kerugian finansial, rusaknya reputasi proyek overbudget/overtime/underspec, penurunan efektivitas karena buruknya kualitas keluaran sistem TI, dan buruknya kualitas dukungan yang ditandai oleh sistem yang belum terintegrasi, aplikasi-aplikasi stand alone, buruknya kualitas sistem, tingginya keluhan user mengenai kinerja sistem TI, rendahnya kepedulian terhadap aspek kerahasiaan informasi, rendahnya tingkat ketersediaan informasi, tidak adanya kebijakan dan prosedur tata kelola TI secara utuh.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup tata kelola TI sangat luas dan COBIT merupakan kombinasi dari prinsip-prinsip yang telah ditanamkan dan dikenal sebagai acuan model (seperti: COSO), dan disejajarkan dengan TI balanced scorecard. Secara komplitnya paket produk COBIT terdiri dari keluarga produk-produk COBIT, yaitu: executive summary, framework, control objectives, audit guidelines, implementation tool set, serta management guidelines, yang sangat berguna atau dibutuhkan oleh auditor, para pengguna TI, dan para manajer. Kontrol internal mencakup policy, struktur organisasi, praktik dan prosedur yang menjadi tanggung jawab manajemen perusahaan. Adapun ruang lingkup dalam penulisan tata kelola TI dengan COBIT ini adalah: membantu menganalisis dan menjaga profitabilitas pada lingkungan perubahan teknologi yang bergantung pada seberapa baik pengaturan kontrol yang dilakukan serta bisa digambarkan sebagai kebijakan kendali TI secara jelas, bersih, dan praktik yang baik.
Tujuan dan Manfaat
Dalam kerangka tata kelola perusahaan (corporate governance), tata kelola TI menjadi semakin utama dan merupakan bagian tidak terpisahkan terhadap kesuksesan penerapan tata kelola perusahaan secara menyeluruh. Tata kelola TI memastikan adanya pengukuran yang efisien dan efektif terhadap peningkatan proses bisnis perusahaan melalui struktur yang menghubungkan proses-proses TI, sumberdaya TI dan informasi ke arah dan tujuan strategis perusahaan.
Lebih jauh lagi, tata kelola TI memadukan dan melembagakan best practices dari proses perencanaan, pengelolaan, penerapan, pelaksanaan dan pendukung, serta pengawasan kinerja TI, untuk memastikan informasi perusahaan dan teknologi yang terkait lainnya benar-benar menjadi pendukung bagi pencapaian sasaran perusahaan. Dengan keterpaduan tersebut, diharapkan perusahaan mampu mendayagunakan informasi yang dimilikinya sehingga dapat mengoptimumkan segala sumber daya dan proses bisnis mereka untuk menjadi lebih kompetitif.
Dengan adanya tata kelola TI, proses bisnis perusahaan akan menjadi jauh lebih transparan, dapat dipertanggungjawabkan, serta akuntabilitas tiap fungsi atau individu semakin jelas. Tata kelola TI bukan hanya penting bagi teknis TI saja, direksi dan bahkan komisaris, yang tanggung jawabnya terhadap investasi dan pengelolaan risiko perusahaan, adalah pihak utama yang harus memastikan bahwa perusahaannya memiliki tata kelola TI. Dengan demikian keuntungan optimum investasi TI tercapai dan sekaligus memastikan semua potensi risiko investasi TI telah diantisipasi dan dapat terkendali dengan baik. Menurut COBIT, keputusan bisnis yang baik harus didasarkan pada pengetahuan yang berasal dari informasi yang relevan, komprehensif, dan tepat waktu. Informasi seperti itu dihasilkan oleh sistem informasi yang memenuhi 7 kriteria: efektivitas, efisiensi, kerahasiaan, keterpaduan, ketersediaan, kesesuaian terhadap rencana atau aturan, dan keakuratan informasi yang dihasilkan. Kunci utamanya adalah untuk mengelola bisnis yang menguntungkan pada kondisi lingkungan yang berubah pesat.
Adapun tujuan dari COBIT ini sendiri adalah :
  • Diharapkan dapat membantu menemukan berbagai kebutuhan manajemen yang berkaitan dengan TI,
  • Agar dapat mengoptimalkan investasi TI,
  • Menyediakan ukuran atau kriteria ketika terjadi penyelewengan atau penyimpangan. Adapun manfaat jika tujuan tersebut tercapai adalah :


  1. Dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan,
  2. Dapat mendukung pencapaian tujuan bisnis, dan
  3. Dapat meminimalisasikan adanya tindak kecurangan/ fraud yangmerugikan perusahaan yang bersangkutan.


PEMBAHASAN
Definisi COBIT
COBIT (Control Objectives for Information and related Technology) adalah suatu panduan standar praktek manajemen teknologi informasi dan sekumpulan dokumentasi best practices untuk tata kelola TI yang dapat membantu auditor, manajemen, dan pengguna untuk menjembatani pemisah (gap) antara risiko bisnis, kebutuhan pengendalian, dan permasalahan-permasalahan teknis.
COBIT dikembangkan oleh IT Governance Institute (ITGI), yang merupakan bagian dari Information Systems Audit and Control Association (ISACA). COBIT memberikan arahan (guidelines) yang berorientasi pada bisnis, dan karena itu business process owners dan manajer, termasuk juga auditor dan pengguna, diharapkan dapat memanfaatkan arahan ini dengan sebaik-baiknya.
Menurut Campbell, COBIT merupakan suatu cara untuk menerapkan tata kelola TI. COBIT berupa kerangka kerja yang harus digunakan oleh suatu organisasi bersamaan dengan sumber daya lainnya untuk membentuk suatu standar yang umum berupa panduan pada lingkungan yang lebih spesifik. Secara terstruktur, COBIT terdiri dari seperangkat control objectives untuk bidang Teknologi Informasi, dirancang untuk memudahkan tahapan-tahapan audit bagi auditor.
Sejarah Perkembangan COBIT
COBIT muncul pertama kali pada tahun 1996 yaitu COBIT versi 1 yang menekankan pada bidang audit, COBIT versi 2 pada tahun 1998 yang menekankan pada tahap pengendalian, COBIT versi 3 pada tahun 2000 yang berorientasi kepada manajemen, COBIT versi 4 pada bulan Desember 2005 dan versi 4.1 pada bulan Mei 2007 lebih mengarah pada tata kelola TI, dan terakhir COBIT versi 5 pada bulan Juni 2012 yang menekankan tata kelola TI pada perusahaan (Gambar 2.1).
 Gambar 2.1.  Sejarah Perkembangan COBIT
Kerangka Kerja COBIT
Kerangka kerja COBIT terdiri dari tujuan pengendalian tingkat tinggi dan struktur klasifikasi secara keseluruhan, yang pada dasarnya terdiri tiga tingkat usaha tata kelola TI yang menyangkut manajemen sumber daya TI. Yaitu dari bawah, kegiatan tugas (Activities and Tasks) merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpisah yang diperlukan untuk mencapai hasil yang dapat diukur. Dan selanjutnya kumpulan Activity and Tasks dikelompokkan ke dalam proses TI. Proses-proses TI yang memiliki permasalahan tata kelola TI yang sama akan dikelompokkan ke dalam domain. Maka konsep kerangka kerja dapat dilihat dari tiga sudut pandang, meliputi : Information Criteria, IT Resources, IT Processes, seperti terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.2.  Kubus COBIT (ITGI : 2007)
Lingkup kriteria informasi (Information Criteria) yang menjadi perhatian dalam COBIT adalah:
  • Effectiveness: Menitikberatkan pada sejauh mana efektivitas informasi dikelola dari data-data yang diproses oleh sistem informasi yang dibangun.
  • Efficiency: Menitikberatkan pada sejauh mana efisiensi investasi terhadap informasi yang diproses oleh sistem.
  • Confidentiality: Menitikberatkan pada pengelolaan kerahasiaan informasi secara hierarkis.
  • Integrity: Menitikberatkan pada integritas data/informasi dalam sistem informasi.
  • Availability: Menitikberatkan pada ketersediaan data/informasi dalam sistem informasi.
  • Compliance: Menitikberatkan pada kesesuaian data/informasi dalam sistem informasi.
  • Reliability: Menitikberatkan pada kemampuan/ketangguhan sistem informasi dalam pengelolaan data/informasi



Fokus terhadap pengelolaan sumber daya teknologi informasi dalam COBIT adalah pada:
  • Applications (Aplikasi)
  • Information (Informasi)
  • Infrastructure (Infrastruktur)
  • People (Manusia/Pengguna)


Domain 4: Monitor and Evaluate (ME) – Pemantauan dan Evaluasi
Domain ini menitikberatkan pada proses pengawasan pengelolaan TI pada organisasi seluruh kendali-kendali yang diterapkan setiap proses TI harus diawasi dan dinilai kelayakannya secara berkala. Domain ini fokus pada masalah kendali-kendali yang diterapkan dalam organisasi, pemeriksaan internal dan eksternal. Dimana domain ME terdiri dari 4 control objectives, meliputi :
  • ME1 : Monitor and evaluate IT performance (Memantau dan mengevaluasi kinerja TI)
  • ME2 : Monitor and evaluate internal control (Memantau dan mengevaluasi kendali internal)
  • ME3 : Ensure regulatory compliance (Memastikan kepatuhan/kesesuaian terhadap aturan)
  • ME4 : Provide IT Governance (Menyediakan tata kelola TI)
Kelebihan COBIT
  • Efektif dan Efisien : Berhubungan dengan informasi yang relevan dan berkenaan dengan proses bisnis, dan sebaik mungkin informasi dikirim tepat waktu, benar, konsisten, dan berguna.
  • Rahasia : Proteksi terhadap informasi yang sensitif dari akses yang tidak bertanggung jawab.
  • Integritas : Berhubungan dengan ketepatan dan kelengkapan dari sebuah informasi.
  • Ketersediaan : Berhubungan dengan tersedianya informasi ketika dibutuhkan oleh proses bisnis sekarang dan masa depan.
  • Kepatuhan Nyata : Berhubungan dengan penyediaan informasi yang sesuai untuk manajemen.



Kekurangan COBIT:
  • COBIT hanya memberikan panduan kendali dan tidak memberikan panduan implementasi operasional.  Dalam memenuhi kebutuhan COBIT dalam lingkungan operasional, maka perlu diadopsi berbagai framework tata kelola operasional seperti ITIL (The Information Technology Infrastructure Library) yang merupakan sebuah kerangka pengelolaan layanan TI yang terbagi ke dalam proses dan fungsi.
  • Kerumitan penerapan. Apakah semua control objective dan detailed control objective harus diadopsi, ataukah hanya sebagian saja? Bagaimana memilihnya?
  • COBIT hanya berfokus pada kendali dan pengukuran.
  • COBIT kurang dalam memberikan panduan keamanan namun memberikan wawasan umum atas proses TI pada organisasi daripada ITIL misalnya.


Perbedaan beberapa framework:
ITIL (The Information Technology Infrastructure Library)
Dikembangkan oleh Pemerintah Inggris Raya, ITIL merupakan sekumpulan best practices untuk proses manajemen implementasi TI. ITIL menjelaskan proses-proses yang perlu diterapkan untuk menjalankan dan mendukung layanan TI yang berfokus pada bisnis.
COBIT (Control Objectives for Information and related Technology)
Menggabungkan sekumpulan control objectives yang diakui secara internasional dan digunakan oleh manajer TI dan bisnis sehari-hari. COBIT menyajikan tata kelola TI dan indikator kunci yang bertujuan dalam pengembangan proses. Sekilas COBIT seakan tumpang tindih dengan ITIL, namun sejarah COBIT memang dipengaruhi oleh masalah-masalah dalam dunia asuransi. Merger dan akuisisi, penggabungan proses, alih daya, dan audit adalah area utama framework COBIT.
ISO (International Organization for Standardization)
Standar Internasional dari International Organization for Standardization / International Electrotechnical Commission (ISO/IEC) bertujuan meningkatkan kinerja organisasi dan praktiknya seputar keamanan informasi. ISO mendefinisikan pendekatan umum atas manajemen keamanan yang menyangkut tanggung jawab dan organisasi yang bertanggung jawab atas keamanan dan kebijakannya, klasifikasi aset penting, dan manajemen risiko. ISO paling baik digunakan jika sertifikasi keamanan dan definisi menyeluruh atas proses keamanan baik logikal maupun fisik dibutuhkan dan peraturan dasar dari keamanan ditentukan.

AUDIT SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN FRAMEWORK COBIT 4.1 PADA DOMAIN MONITOR AND EVALUATE (ME) 
(STUDI KASUS DI UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG)


Definisi Monitoring
Merupakan penilaian yang berkesinambungan yang bertujuan untuk menyediakan semua informasi rinci kepada stakeholder dengan cepat pada kemajuan atau penundaan dinilai dari kegiatan yang sedang berlangsung. Itu adalah tahap pengawasan pelaksanaan kegiatan tersebut. Tujuannya adalah untuk menentukan jika output, pengiriman, dan jadwal yang direncanakan telah dicapai sehingga tindakan dapat diambil untuk memperbaiki kekurangan secepat mungkin.

Definisi Evaluation 
Merupakan pemeriksaan yang sistematis dan objektif tentang relevansi, efektivitas, efisiensi dan dampak dari kegiatan dalam tujuan tertentu. Ide dalam mengevaluasi proyek adalah untuk mengisolasi kesalahan tidak akan mengulangi dan untuk menggaris bawahi dan mempromosikan mekanisme sukses untuk proyek-proyek saat ini dan masa depan.

Monitoring and Evaluation
Domain ini berfokus pada kendali-kendali yang diterapkan dalam organisasi, pemeriksaan intern, dan ekstern dan jaminan independent dari proses pemeriksaan yang dilakukan. 
Pengukuran Tingkat Kematangan/Maturity Model
Kuesioner ini merupakan metode pengumpulan data dengan tujuan untuk mengukur tingkat kematangan sistem informasi yang dikelola oleh Pusat Teknologi Informasi Universitas Widyatama, dengan menggunakan metode perhitungan scoring yang menjadi modul dari maturity model yaitu dengan formula:
Dengan formula tersebut akan menentukan nilai skala, dimana nilai skala adalah tingkatan ataupun level kematangan sistem informasi dimulai dari level 0-proses tidak ada sampai pada level 5-Dioptimalisasi, dengan penentuan rangking pengukuran responden sbebagai berikut:




Table ringkasan hasil perhitungan kuesioner audit sistem informasi 

Contoh perhitungan index
Hasil perhitungan audit SI ME-1


Hasil perhitungan audit ME-2



Hasil Perhitungan Audit ME-3 

Hasil Perhitungan Audit ME-4

Berikut merupakan gambar pemetaan posisi layanan sistem informasi yang disediakan oleh PTI dengan metode perhitungan Maturity Model.
Dari hasil perhitungan dan pemetaan seperti gambar di atas dapat dilihat bahwa rata-rata pengadaan dan implementasi layanan sistem informasi adalah 3 diimana nilai rata-rata tersebut berada di level 3 pada model maturity COBIT.

Analisis

ME – 1 Monitoring and Evaluate IT Performance

Dalam menentukan kelayakan IT untuk memenuhi kebutuhan bisnis, maka PTI memerlukan pendekatan yang jelas dan terstruktur. Dalam hasil responden diatas hal yang perlu dievaluasi adalah terkait wifi kampus dan  yang dirasa masih kurang memuaskan.

ME – 2 Monitor and Evaluate Internal Control

Kemampuan pihak internal untuk melakukan pengawasan IT sudah cukup baik, dan terdapat dokumentasi pada setiap laporan terkait IT dan proses maintenance.  Ditinjau dari segi efektivitas dan efisien terkait kontrol internal IT juga sudah cukup baik.

ME – 3 Ensure Regulatory Compliance With External Requirements

Ketaatan pada setiap kontrak kerjasama yang sedang berlangsung atau akan berlangsung sangat penting untuk meningkatkan proses bisnis institusi. Dalam contoh kasus diatas ketaatan atau regulasi terhadap instusi mendapatkan tanggapan yang cukup baik dari para responden.

ME – 4 Provide IT Goverance

Ketersediaan layanan IT yang layak bagi user sangat penting untuk bisa mencapai strategi institusi. Institusi telah menyediakan layanan IT yang sudah cukup mumpuni dan kesesuaian strategi organisasi terhadap perencanaan sudah cukup memuaskan.

KESIMPULAN
COBIT mengatur masalah tujuan yang harus dicapai oleh sebuah organisasi dalam memberikan layanan TI, sedangkan ITIL merupakan best practice cara-cara pengelolaan TI untuk mencapai tujuan organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa COBIT dan ITIL merupakan dua pendekatan dalam tata kelola TI dan tata kelola layanan teknologi informasi yang saling melengkapi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa COBIT merupakan sebuah model tata kelola TI yang memberikan sebuah arahan yang lengkap mulai dari sistem mutu, perencanaan, manajemen proyek, keamanan, pengembangan dan pengelolaan layanan. Arahan dari COBIT kemudian didetailkan kembali oleh beberapa model framework sesuai dengan perkembangan keilmuan.
ANALISIS
COBIT merupakan toolset yang berfungsi sebagai membantu auditor, manajemen, dan pengguna untuk menjembatani pemisah antara risiko bisnis, kebutuhan pengendalian, dan permasalahan-permasalahan teknis dalam perusahaan.
Kerangka kerja COBIT terdiri dari tujuan pengendalian tingkat tinggi dan struktur klasifikasi secara keseluruhan, yang pada dasarnya terdiri tiga tingkat. yaitu Information CriteriaIT ResourcesIT Processes.
COBIT domain 4 mengutamakan pada proses pengawasan/keamanan dalam pengelolaan TI pada organisasi seluruh kendali-kendali yang diterapkan setiap proses TI harus diawasi dan dinilai kelayakannya secara berkala. Domain ini fokus pada masalah kendali-kendali yang diterapkan dalam organisasi, pemeriksaan internal dan eksternal.